PMII dan Akumulasi Gerakannya
“Al-
Muhaafadhatu ‘ala al-qodiimi al-shaalih wa al-akhdzu bi al- jadiidi al-ashlaah”
Apakah PMII itu?
Secara harfiyah
dapat di terjemahkan dengan Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia, yang dari makna ini bisa dibagi lagi dalam
penggalian makna per kata.
Pergerakan berarti akumulasi dari gerak,
dari satu titik ke titik lain dan dari titik lain ke titik yang lain lagi, yang
berkesinambungan dan mempunyai tujuan tertentu yang tentu saja unsur
dinamisasinya sangat nampak, contoh pergerakan
bola dari penjaga gawang sampai ke penyerang untuk menghasilkan gol.
(Dengan tidak bermaksud menyinggung) Lain halnya dengan kata Gerakan, yang cenderung sporadis dan
monumental, atau dengan kata Himpunan dan Ikatan yang cenderung statis.
Mahasiswa adalah peserta didik yang
terdaftar yang belajar di Perguruan Tinggi tertentu. Pada tingkatan bahasa
dimaknai sebagai siswa yang maha (bukan sekedar siswa). Maka dari itu anggota
PMII haruslah seorang mahasiswa (atau sebagaimana diatur dalam ART Pasal
3.1.b&c).
Islam adalah sebuah pilihan yang
diberikan oleh Allah pada manusia sebagai norma dan nilai, atau pegangan hidup
yang bisa menyelamatkan manusia. Islam inilah yang dipakai oleh PMII dalam
berjalan sebagai rel yang harus ditaati.
Indonesia adalah lokalitas ruang yang
mempunyai sistem. Pemakaian kata ini menunjukkan batasan ruang dimana
organisasi PMII didirikan.
Sejarah PMII
PMII didirikan
di Surabaya pada tanggal 17 April 1960 bertepatan 21 Syawal 1379 (AD PMII
I.1.2) dengan ketua Umum pertama Mahbub Junaedi. Salah satu hal yang
melatarbelakangi berdirinya PMII adalah “ketidakpuasan” pemuda NU yang pada
saat itu berada di HMI, dalam konteks kurang dioakomodir. Disamping itu PMII
merupakan “perkembangbiakan” dari IMANU yang lahir pada Desember 1960.
Momentum PMII
Dari tahun sejak
berdirinya PMII berusaha untuk melepaskan diri dari “jeratan” ikatan NU pada 14
Juli 1972 dengan dicetuskannya deklarasi Munarjati di Malang yang menyatakan independensi PMII (lepasnya ikatan PMII
dengan NU) demi menjaga sterilnya gerakan dari intervensi luar.. Pada 27
Oktober 1991 PMII menyatakan interdependensi-nya
dengan NU. Artinya posisi PMII secara organisasi tidak ada kaitan apapun akan
tetapi secara moral, karena kebanyakan anggota PMII berlatar belakang NU, maka
PMII mempunyai ikatan emosi dengan NU.
PMII dan Gerakan Mahasiswa
Sebagai
organisasi mahasiswa yang bersifat keagamaan dan kemasyarakatan, maka wajib
hukumnya bagi PMII untuk berperan aktif dalam setiap perubahan yang terjadi di
Indonesia. Gara-gara kebrutalannya dalam menyuarakan aspirasi rakyat PMII
pernah mendapatkan julukan “Sang Raja
Jalanan”, bahkan PMII pernah menyelamatkan HMI saat akan dibubarkan oleh
Bung Karno akibat fitnah yang dilancarkan oleh CGMI pada tahun 1962. sampai
pada tahun 1998-pun PMII tetap berperan sebagai “Sang Raja Jalanan”.
Apabila dilihat
dari sisi lain gerakan PMII tidak hanya berhenti di jalan tapi juga di tepi
jalan (baca: masyarakat pinggiran). Upaya-upaya pendampingan terus dilakukan
sejak awal berdirinya PMII. Maka seakan-akan lengkaplah apa yang dilakukan PMII
untuk bangsa ini, disamping gerakan yang bersifat perubahan kebijakan (pola gerakan struktural), juga gerakan
yang bersifat pemberdayaan masyarakat (pola
gerakan kultural).
Paradigma PMII
Bagi PMII sebagai
sebuah organisasi yang mempunyai citra diri dan tujuan maka alat praktis yang
digunakan dalam berjalan adalah paradigma. Paradigma yang dipakai merupakan
turunan dari Nilai Dasar Pergerakan (NDP) yang merupakan sublimasi dari
nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan. NDP digunakan sebagai landasan dan
dasar pembenar dalam berpikir, bersikap dan berperilaku. NDP berisi tentang: 1)
Peng-Esa-an Allah (Tauhidiyah), 2) Hubungan dengan Allah, 3) Hubungan dengan
manusia, dan 4) Hubungan dengan alam. Dengan demikian sebagai pegangan langkah
taktis dalam implementasi NDP PMII memilih Paradigma
Kritis Transformatif dengan berbasis pada paradigma pendidikan dari Giroux
and Aronowitz (1985) yang mengklasifikasi pendekatan pendidikan menjadi 3:
konservatif, liberal, dan kritis, dan juga berbasis pada 3 konsep kesadaran manusia dari Paulo Freire
(1970): 1) kesadaran magis (tidak
mampu mengetahui keterkaitan satu faktor dengan yang lain; berbuat tapi tidak
tahu), 2) kesadaran naif (melihat
manusia sebagai akar kesalahan; tidak berbuat tapi tahu), dan 3) kesadarn kritis (melihat sistem dan strukturlah
yang patutu disalahkan (berbuat dan tahu). Dengan demikian dengan berbekal pada
paradigma kritis transformatif, upaya-upaya pergerakan yang dilakukan oleh PMII
diharapkan berdasarkan atas adanya kesadaran kritis (mampu mengaitkan satu
faktor dengan yang lain; tahu dan berbuat) dalam melakukan sebuah upaya
transformasi (perpindahan/ perubahan formasi; dalam hal ini sistem dan
struktur).
Ber-Islam ala PMII
Sampai sekarang
PMII masih mengakui (Aswaja) Ahlus Sunnah
Wal Jama’ah yang merujuk pada Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur
Al-Maturidzi, dan menganut salah satu dari empat madzhab. Nilai-nilai dari
Aswaja yang sering dipakai oleh PMII adalah tawassuth, tasamuh, tawazun, dan
I’tidal yang menengahi, moderat, dan adil, yang secara aplikatif tertuang dalam
qoidah fiqh “Al- Muhaafadhatu ‘ala al-qodiimi al-shaalih wa al-akhdzu bi a- jadiidi
al-ashlaah” (mengambil nilai-nilai yang baru yang lebih baik dengan
tidak meninggalkan nilai-nilai lama yang baik). Disamping itu konsep ini
merupakan terjemahan dari konsep Antroposentrisme Transendental yang
berarti manusia adalah pusat yang menentukan segala kegiatan dengan tanpa
meninggalkan transendensinya (keterkaitannya) dengan Allah SWT, dengan demikian
fleksibilitas pengambilan dasar hukum selalu dikembalikan pada Wahyu Ilahi
sebagaimanapun perubahan yang dialami manusia.
Tujuan PMII
Sebagaimana
tertuang dalam AD PMII Bab IV, yaitu “Terbentuknya pribadi Muslim Indonesia
yang 1) bertaqwa pada Allah SWT, 2) berilmu, 3) cakap
dan 4) bertanggungjawab pada ilmunya”. Sehingga output yang
diharapkan oleh PMII adalah anggota yang mempunyai pesona rahmatan lil alamiin dan sebagai mahluk yang ulil albab.
Citra diri mahluk ULIL ALBAB
Diharapkan
anggota PMII dapat mewujudkan:
Tri Motto: DZIKIR, FIKIR, dan AMAL SHOLEH
Tri Khidmat: TAQWA, INTELELEKTUALITAS, dan
PROFESIONALITAS
Tri Komitmen: KEBENARAN, KEJUJURAN, dan KEADILAN
Menatap PMII kedepan
Sebagai komponen
masyarakat Indonesia yang sadar dan insyaf bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan
harus dihapuskan dari muka bumi, serta sebagaimana apa yang di ucapkan oleh
Bung Karno bahwa kita belum pernah
merdeka selama masih ada bangsa lain yang dijajah. Maka PMII harus mampu
melihat dan melawan segala macam bentuk penjajahan dengan berpegang atas lima
prinsip kebebasan pokok bagi setiap insan;
1.
Hidzfu al-nafs, jaminan atas jiwa (nyawa) rakyat.
2. Hidzfu al-diin, jaminan
beragama bagi rakyat.
3. Hidzfu al-maal,
jaminan atas harta benda rakyat.
4. Hidzfu al-nasl, jaminan
atas asal usul, identitas, garis keturunan setiap warga negara.
5. Hidzfu al-Irdh, jaminan
atas harga diri kehormatan dan profesi setiap warga negara.
Dengan lima
prinsip diatas diharapkan PMII mampu menggunakannya sebagai kacamata yang mampu
memotret segala bentuk ketidakadilan yang dilakukan oleh siapapun, terutama
dalam menghadapi era pasar bebas, era keterbukaan. Dalam konteks kekinian
hak-hak kebebasan masyarakat dalam memilih dan menentukan sikap harus mampu
didukung oleh PMII, terutama 2004, dimana masyarakat butuh untuk dibela agar tidak
dijadikan “korban” oleh politisi oportunis. Saat ini juga sudah mewabah
jaring-jaring kapitalis yang banyak
menindas dan menghisap darah rakyat. Tirani penguasapun harus dihancurkan oleh
PMII dalam rangka pembelaan pada kaum tertindas (mustadz’afiin). Semangat heroic harus selalu dipegang, persatuan
kaum tertindas harus selalu dikumandangkan, kritisisme perjuangan harus selalu
dialirkan, dan Allah SWT tidak boleh dilupakan.
TANGAN TERKEPAL DAN MAJU KE MUKA; SEKALI
BENDERA DIKIBARKAN HENTIKAN SEGALA RATAPAN DAN TANGISAN KARENA MUNDUR ADALAH
PENGKHIANATAN.
Wallaahul Muwaafiq Ilaa Aqwaamith Thoriiq.
Wassalaamu’alaikum Warahmatullaah
Wabarakaatuh
Sumber : PC PMII Kota Malang
No comments:
Post a Comment