PARADIGMA
KRITIS TRANSFORMATIF
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA
Oleh: Anas Thohir
A.
PROLOG
Paradigma
merupakan sesuatu yang vital bagi pergerakan organisasi. Ia merupakan titik pijak dalam membangun
konstruks pemikiran dan cara memandang sebuah persoalan yang akan
termanifestasikan dalam sikap dan perilaku organisasi.
Organisasi PMII
selama ini belum memiliki paradigma yang secara definitif menjadi acuan
gerakan. Cara pandang dan bersikap warga pergerakan selama ini mengacu pada
Nilai Dasar Pergerakan (NDP). Karena tidak mengacu pada kerangka paradigmatik
yang baku ,
sehingga warga pergerakan sering dihadapkan pada berbagai penafsiran atas
nilai-nilai yang menjadi acuan yang akhirnya berujung pada terjadinya
keberagaman pada cara pandang dan tafsir atas nilai tersebut.
Namun demikian,
dalam masa kepengurusan sahabat Muhaimin Iskandar dan sahabat Syaiful Bahri
Anshori secara faktual dan operasional ada karakteristik tertentu yang berlaku
dalam warga pergerakan ketika hendak melihat, menganalisis, dan menyikapi
sebuah persoalan yaitu sikap kritis dengan pendekatan teori kritis. Pada saat
kepengurusan sahabat Muhaimin dilakukan eksplorasi gagasan dan penjelajahan
teoritik untuk menyusun sebuah kerangka paradigmatik di PMII berdasarkan
semangat jaman yang berkembang dikalangan warga PMII. Upaya itu diteruskan pada
masa kepengurusan sahabat Syaiful hingga ditemukan konsep Paradigma Kritis
Transformatif sebagai pilihan paradigmatik PMII.
B. PENGERTIAN DAN DEFINISI PARADIGMA
Dalam khasanah
ilmu sosial, G. Ritner memberi pengertian paradigma sebagai fundamental
tentang apa yang menjadi pokok persoalan di dalam ilmu. Paradigma merupakan
kesatuan konsensus yang terluas dalam suatu bidang ilmu dan membedakan antara
kelompok ilmuwan satu dengan yang lainnya.
Berdasarkan pemikiran
dan rumusan yang disusun para ahli sosiologi, maka pengertian paradigma dalam
masyarakat PMII dapat dirumuskan sebagai titik pijak untuk menentukan cara
pandang, menyusun sebuah teori, menyusun pertanyaan, dan membuat rumusan
mengenai suatu masalah. Dengan kata lain paradigma merupakan titik tolak dalam
mendekati objek kajiannya.
C. PERAN DAN FUNGSI PARADIMA
Dalam ilmu
sosial fungsi paradigma adalah untuk membangun suatu teori, guide dalam
membangun suatu konstruk pemikiran dan menjadi titik pijak pandangan dalam
melakukan analisis. Dengan demikian peran paradigma adalah sangat menentukan
karena ia akan menjadi ciri dan karakteristik dari bangunan sebuah teori yang
membedakannya dengan bangunan teori lainnya. Dapat dipahami, paradigma yang
hendak dipilih PMII akan menjadi karakteristik dari komunitas PMII dalam
memberikan analisis, memandang realitas dan menysusun konsep-konsep teoritik
atau tentang berbagai persoalan yang ada dalam masyarakat.
D. PILIHAN PARADIGMA PMII
Melihat
realitas, yang ada dalam masyarakat dan sesuai tuntutan keadaan masyarakat
PMII, baik secara sosiologis, politis dan antropologis maka PMII memilih
Paradigma Kritis Transformatif sebagai pijakan gerakan organisasi.
E. PARADIGMA KRITIS TRANSFORMATIF PMII
Dari penelusuran
yang cermat atas Paradigma Kritis, terlihat bahwa paradigma kritis sepenuhnya
merupakan proses pemikiran manusia. Dengan demikian ia adalah sekuler.
Kenyataan ini yang membuat PMII dilematis, karena akan mendapat tuduhan sekuler
jika pola tersebut diberlakukan. Untuk menghindari tudingan tersebut, Paradigma
Kritis diberlakukan hanya sebatas sebagai kerangka berpikir dan metode analisis
dalam memandang persoalan. Dengan sendirinya ia tidak akan dilepaskan dari
ketentuan ajaran agama, sebaliknya ingin memfungsikan ajaran agama sebagaimana
mestinya. Penerapan Paradigma Kritis tidak menyentuh hal-hal yang sifatnya
sakral, tetapi pada persoalan profan. Dengan kata lain Paradigma Kritis
PMII berupaya menegakkan sikap kritis dalam berkehidupan dengan menjadikan
ajaran agama sebagai inspirasii yang hidup dan dinamis.
Sebagaimana
dijelaskan diatas, Paradigma Kritis berupaya menegakkan harkat dan martabat
manusia dari berbagai belenggu yang diakibatkan proses sosial yang bersifat profan.
Kedua Paradigma Kritis melawan segala bentuk domiansi dan penindasan. Ketiga
Paradigma Kritis membuka tabir dan selubung pengetahuan yang munafik dan
hegemonik.
Paradigma Kritis
sebenarnya berupaya membebaskan manusia dengan semangat dan ajaran agama yang
lebih fungsional. Kalau Paradigma Kritis barat berdasarkan pada semangat
revolusioner sekuler dan dorongan kepentingan sebagai dasar pijakan, sebaliknya
paradigma kritis PMII justru menjadikan nilai-nilai agama yang terjebak dalam
dogmatisme itu sebagai pijakan untuk membangkitkan sikap kritis melawan
belenggu yang kadang disebabkan oleh pemahaman keagamaan yang distortif.
Dalam pandangan
PMII, Paradigma Kritis saja tidak cukup untuk melakukan transformasi sosial,
karena Paradigma Kritis hanya berhenti pada tataran metodologis konseptual
untuk mewujudkan masyarakat yang komunikatif dan sikap kritis dalam memandang
realitas. Sehingga perlu dilengkapi dengan perspektif perubahan. Untuk itu,
Paradigma Kritis yang digunakan PMII adalah kritis yang mampu mewujudkan
perubahan sehingga menjadi Paradigma Kritis Transformatif.
Dengan demikian
Paradigma Kritis Transformatif dituntut untuk memiliki instrumen-instrumen
gerak yang bisa digunakan oleh masyarakat PMII mulai dari ranah filosofis
sampai praksis.
F. DASAR PEMIKIRAN PMII MEMILIH PARADIGMA KRITIS TRANSFORMATIF
Pertama, masyrakat Indonesia saat ini sedang
terbelenggu oleh nilai-nilai kapitalisme modern, dimana kesadaran masyarakat
dikekang dan diarahkan pada satu titik yaitu budaya massa kapitalisme dan pola pikir positfistik
modernisme.
Kedua, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang
majemuk, beragam baik secara etnis, tradisi maupun kepercayaan. Kondisi seperti ini akan lebih
tepat jika diterapkan Paradigma Kritis, karena paradigma ini akan memberikan
tempat yang sama bagi individu maupun kelompok masyarakat untuk mngembangkan
potensi diri dan kreatifitasnya secara maksimal.
Ketiga, sebagaimana kita ketahui selama pemerintah orde baru
berjalan sebuah sistem politik yang represif dan otoriter dengan pola yang
hegemonik. Untuk mengembangkan budaya dan memperkuat civil society dihadapan
negara, maka Paradigma Kritis merupakan alternatif yantg tepat.
Keempat, selama pemerintahan yang menggunakan paradigma
keteraturan (order paradigm) dengan teori-teori modern yang direpresentasikan
melalui ideologi developmentalisme, massa
NU termasuk didalamnya PMII, dimarginalisasikan secara total. Dalam suasana
demikian secara sosiologis massa
NU akan sulit berkembang karena tidak memiliki akses yang memadai untuk
mengembangkan dan mengimplementasikan kreatifitas dan potensinya. Untuk
mendobrak kejumudan yang ada, maka diperlukan Paradigma Kritis.
Kelima, disamping terbelenggu sistem sosial politik yang dilakukan
negara dan sistem kapitalisme global yang terjadi sebagai akibat perkembangan
situasi, faktor yang secara spesifik terjadi dikalangan PMII adalah kuatnya
belenggu dogmatisme agama dan tradisi. Karena hal ini, secara tidak sadar telah
terjadi berbagai pemahaman yang distortif mengenai ajaran dan fungsi agama.
Terjadi dogmatisasi agama, sehingga kita tidak bisa membedakan mana yang dogma
dan mana yang pemikiran terhadap dogma. Dalam upaya mengembalikan fungsi dan
ajaran agama, maka diperlukan adanya dekonstruksi pemahaman keagamaan dan hal
ini hanya mungkin dilakukan dengan Paradigma Kritis.
Sumber : PC PMII Kota Malang
No comments:
Post a Comment